Rabu, 14 Mei 2014

putri raja dan anak petani

suatu hari seorang putri menangis. ia bersedih karena harinya sepi dan dirinya sendiri. sampai satu ketika seorang anak petani yang sebaya dengan dirinya datang.

si anak petani mengajak putri melihat dunia luar, mengajari hal baru, dan menunjukkan sesuatu dari sisi berbeda. sang putri mulai jatuh hati pada si anak petani dan berjanji akan selalu jadi teman terbaiknya.

mereka hidup bahagia hingga akhirnya raja tahu. raja murka pada sang putri dan akhirnya si anak petani dihukum. ia diusir dari kerajaan dan dipaksa mengembara.

dalam pengembaraannya si anak petani menjadi pemuda yang sukses. ia sekarang telah menjadi seorang saudagar kaya raya. ketika ia kembali ke kerajaan untuk menyombongkan dirinya, dilihatnya raja sudah berganti. bukan anak lelakinya, sebab hanya putrilah anak raja itu.

siapakah raja baru itu? pikir si anak petani. lalu terdengarlah teriakan dari luar istana, ratu telah tiba! dan ia sadari orang yang dicintainya telah jadi ratu dan telah menemukan rajanya.

begitulah cinta jika kau tidak mau memperjuangkannya. si anak petani berusaha hingga akhirnya jadi saudagar. bukan untuk cintanya tapi untuk dirinya sendiri.

cinta akan mencari jalannya, dan ketika jalan itu tertutup akan ada jalan lain yang terbuka. bagi sang putri, pangeran yang kemudian menikahinya adalah jalan itu.

siapakah yang akan menyesal? keduanya mungkin mengalami penyesalannya masing-masing, namun ketika kita kecewa akan sesuatu, berarti kita tahu bahwa hal itu pantas diperjuangkan.

selamat berjuang di jalan mu masing-masing.

Senin, 31 Maret 2014

Karma

pernahkah kita mengatakan "lihat saja nanti, biar Tuhan yang membalas." ketika kita mendapat perlakuan tidak adil dari orang lain?

ya, kita dengan budaya ketimuran kita sangat percaya pada karma. entah kita menyebutnya sebagai hukum sebab-akibat atau hukum tabur-tuai (dalam alkitab).

sepanjang yang saya ketahui, ajaran timur menyebutkan bahwa perilaku kita di masa lalu akan berdampak pada masa sekarang, dan yang kita lakukan saat ini akan menentukan masa depan. singkatnya karma itu ada.

masalahnya, umpatan seperti di awal tulisan justru kita ucapkan pada orang yang mencelakai kita. hardikan seperti nanti kena karma, atau dibalas Tuhan, atau titenono, muncul pada saat orang lain berbuat salah, seakan mengingatkan pada mereka bahwa karma itu ada.

pertanyaannya, pernahkah kita merenung terlebih dahulu? jangan-jangan hal buruk yang menimpa kita adalah karma dari perbuatan kita di masa lalu?

tapi orang yang mencelakai saya tidak pernah saya lukai, bahkan tidak saya kenal. lantas bagaimana? analoginya seperti pada tayangan adzan magrib di salah satu stasiun tv. ada orang berbuat baik, kemudian orang yang diberi kebaikan berbuat baik pada orang lain lagi dan begitu seterusnya sampai kebaikan itu kembali pada orang pertama lewat orang lain yang tidak dikenalnya. jika kebaikan bekerja dengan cara ini apakah hal buruk tidak bisa bekerja dengan langkah yang sama?

lantas apa yang harus kita perbuat?

pertama, berhentilah bermain sebagai tuan dari Sang Pencipta. urusan penghakiman adalah urusan Tuhan, tidak perlu kita menyumpah, mengutuk, bahkan mendoakan hal buruk terjadi pada orang lain.

kedua, cobalah untuk mengambil waktu sejenak untuk merefleksikan diri. sebab kadang selumbar di mata saudara kita nampak, namun balok di mata kita tidak nampak.

ketiga, ada ungkapan yang sangat baik. daripada mengutuki kegelapan, lebih baik menyalakan pelita. ya, daripada sibuk mencibir orang lain, bukankah akan jauh lebih baik kita melakukan hal baik seperti memperbaiki diri atau memaafkan mereka?

ada ajaran buddha yang saya yakin perlu diterapkan. jika hadiah yang kau akan berikan ditolak oleh orang yang harusnya menerima, kepada siapakah hadiah itu akan kembali? jawabnya kepada kita. dan begitu pulalah hal buruk yang kita beri pada orang lain.

karma yang baik dimulai dari satu perilaku sederhana, mengasihi. ajaran yang saya anut memberikan garis tegas untuk hal yang satu ini. seperti jika ditampar pipi kanan, berikan juga pipi kiri. jika saudaramu meminta pakaianmu, berikan pula jubahmu. kasihi musuhmu seperti kau mengasihi dirimu. dan itulah yang dicontohkan pada saya.

akhirnya, saya ingin menutup tulisan ini dengan ungkapan,

ketika seseorang berbuat baik padamu, tulislah perbuatan itu dalam loh batu. namun ketika seseorang berbuat jahat padamu, tulislah perbuatan itu diatas pasir.

semoga karmamu menjadi baik, Tuhan memberkati kita semua.